Investasi di sektor kehutanan makin marak. Selain sengon, jenis pohon yang sering menjadi pilihan investasi adalah pohon jabon. Pohon jabon mirip dengan pohon jati namun mampu tumbuh lebih cepat dibanding pohon lain. Kayu dari pohon ini cocok digunakan sebagai bahan baku industri kayu seperti plywood, pulp, dan juga kertas. Salah satu perusahaan yang menawarkan investasi pohon jabon dan sengon adalah Timber Estate dari PT ASA Foresty. Timber ingin mencembatani masyarakat yang tidak mempunyai lahan. Timber mulai menawarkan paket kerja sama sejak tahun 2010 lalu.. Ada 3 model investasi yang ditawarkan, yakni Timber Estate Asistensi dan Supervisi, Timber Estate Green Social dan Timber Estate Investasi Murni. Model pertama dengan nilai investasi Rp. 15 juta sampai 30 juta ditujukan untuk investor yang telah memiliki lahan. Karena itu model kerja samanya lebih kepada jasa perawatan. Investasi model ke 2 menyesuaikan dengan jumlah pohon dengan 35.000 sampai 40.000 per pohon.
Model ini biasanya datang dari warga desa dengan memanfaatkan lahan desa tidak produktif. Untuk perawatan dan pengelolaan dilakukan oleh 4 pihak yakni, masyarakat, investor, pemilik tanah, dan Timber. Sedangkan model ke 3 investor hanya menyetorkan dana sebesar lima juta untuk luas lahan 500 m2 sampai 70 juta untuk luas 1 hektare dengan jumlah pohon 1.000 pohon sengon atau jebon. "Sedangkan seluruh pengelolaan kita yang jalankan," terang Rony Perdana Sidiq, pemilik Timber Estate. Rony berani menjanjikan keuntungan yang sangat lumayan setelah investasi berjalan selama enam tahun. Rony mengklaim, tiap pohon yang dipanen akan dibeli oleh ASA Foresty. "Harganya sesuai dengan harga pasar pada saat penjualan,"katanya. Ia mengaku sudah ada 14 investor yang bergabung menjadi mitra usaha ini. Mitra ini berasal dari Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Semarang dan Surabaya. Rony mengklaim, setelah enam tahun dengan investasi Rp 5 juta, hasil bersih yang bisa diperoleh investor mencapai 9 juta s.d Rp 15 juta. Investor yang mengambil paket investasi senilai Rp 70 juta, kata Rony, akan menanggung hasil bersih antara 176 juta sampai Rp 318 juta setelah enam tahun. "Ini dengan asumsi harga kayu sekarang Rp 750.00 s.d Rp 950.000 per m3,"katanya. Hasil bersih itu berasal dari hasil penjualan pohon dikurangi dengan biaya dan bagi hasil dengan pihak lain. Bagi investor Timber Estate Asistensi dan Supervisi, hasil kebun dibagi untuk pemilik lahan yang merangkap investor dengan Timber Estate. Sedangkan untuk model Timber Estate Green Social, hasil penjualan dibagi ke dalam 4 pihak yakni, masyarakat, investor, pemilik lahan, dan Timber Estate. Adapun hasil Timber Estate Investasi murni hanya dibagi menjadi dua antara investor dengan timber. Rony menguraikan, dari hasil penjualan kayu, investor paling tidak harus mengeluarkan dana lagi sebesar 10% dari netto penjualan untuk model Timber Estate Asistensi & Supervisi. Untuk Model Timber Estate Investasi Murni setoran ke perusahaan 20% dari nilai jual neto.
Dalam proses kerjasama, antara investor dengan Timber harus menandatangani lembar kesepakatan. Menurut Rony, beberapa poin itu adalah kesepakatan menitipkan modal menjadi aset berupa pohon. Selain itu juga kesepakatan imbal jasa atau management fee yang harus disetorkan investor, serta rincian untuk bagi hasil perkebunan.
Jaminan keamanan semua kesepakatan akan diteken di depan notaris. Rony menjamin, investor tidak perlu takut jika ada lahan yang di klaim pihak lain. Sebab, nantinya setiap pohon dan lahan memiliki barcode dan koordinat lokasi. Walaupun begitu, pengamat agribisnis F Rahardi meragukan jaminan keamanan investasi semacam ini.
Meskipun seluruh kesepakatan ditanda tangani di depan notaris, tidak akan menjamin kepastian bagi investor. "Notaris tugasnya hanya mencatat tetapi tidak bisa diminta pertanggungjawaban," tutur Rahardi. ia mengatakan, nanti jika terdapat hal yang merugikan, maka investor menjadi pihak yang paling lemah. Untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan, lebih baik tanah yang diinvestasikan itu didaftarkan dulu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jika hal tersebut tidak dilakukan, investor dalam posisi yang lemah. "Saya bukan menyatakan investasi ini tidak menjanjikan, melainkan tidak ada jaminan hukum yang valid,"tandas Rahardi. Menurut Rahardi, jika investasi ditawarkan oleh perseorangan atau bukan perusahaan berbadan hukum maka tidak ada jaminan pasti bagi investor. Namun jika investor pohon ini ditawarkan oleh PT atau perusahaan berbadan hukum, maka sama saja dengan membeli saham. Sehingga perlu proses panjang, termasuk pendaftaran ke Direktorat Persero dan Badan Usaha Negara.
Baca Juga: Solusi Mengatasi Penyakit kelamin
Sumber : Majalah Info Nusantara Edisi80, 28 Desember 2014-Januari 2015.
Sumber : Majalah Info Nusantara Edisi80, 28 Desember 2014-Januari 2015.
0 Response to "Peluang Investasi Berkebun Pohon Jabon dan Sengon"
Posting Komentar
Perhatian : Untuk kebaikan bersama Dilarang menyisipkan Link Hidup.
jika cuma teks url blog/web atau isi di daftar tamu itu tidak menjadi masalah, kalaupun masih ada tentunya Pihak Admin akan Menghapusnya.